
Sumber: antaranews.com
Sekilas Jatim – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengeluarkan larangan bepergian ke luar negeri terhadap lima orang yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan flyover Simpang Jalan Tuanku Ambusai–Jalan Soekarno Hatta di Provinsi Riau. Tindakan ini diambil pada tanggal 16 Januari 2025 setelah pihak KPK mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 109 Tahun 2025 yang berisi larangan tersebut.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menjelaskan bahwa kelima tersangka yang terlibat dalam kasus ini adalah YN, yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Pemerintah Provinsi Riau, TC, ES, dan GR yang merupakan pihak swasta, serta NR yang merupakan pegawai BUMN. Tessa juga menyebutkan bahwa larangan bepergian ke luar negeri telah disampaikan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi, dan berlaku untuk periode enam bulan ke depan.
Langkah ini diambil karena keberadaan kelima tersangka sangat dibutuhkan dalam rangka penyidikan kasus korupsi yang tengah berlangsung. Tessa menegaskan bahwa larangan tersebut merupakan bagian dari upaya KPK untuk memastikan proses hukum berjalan lancar dan agar para tersangka dapat dimintai keterangan lebih lanjut terkait kasus ini.
Kasus ini berawal dari pembangunan flyover Simpang Jalan Tuanku Ambusai–Jalan Soekarno Hatta yang dikelola oleh Pemerintah Provinsi Riau pada tahun anggaran 2018. KPK pada 10 Januari 2025 menetapkan lima orang sebagai tersangka, yakni YN yang menjabat Kepala Bidang Pembangunan dan Jembatan Dinas PUPR Provinsi Riau, sekaligus sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA) dan PPK. Selain YN, tersangka lainnya adalah GR yang merupakan konsultan perencana, TC yang menjabat Direktur Utama PT Semangat Hasrat Jaya, ES yang menjabat Direktur PT Sumbersari Ciptamarga, dan NR yang merupakan Kepala PT Yodya Karya (Persero) Cabang Pekanbaru.
Dalam proses penyelidikan, terungkap bahwa pada Januari 2018, YN diduga melakukan penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) yang tidak didasarkan pada perhitungan rinci, tanpa adanya dukungan data ukur, dan perubahan desain yang tidak sesuai dengan prosedur. Selain itu, diduga juga terjadi pemalsuan data dan tanda tangan dalam dokumen kontrak proyek. Lebih jauh lagi, pekerjaan dalam proyek tersebut disubkontrakkan tanpa persetujuan dari PPK, dengan nilai kontrak yang jauh lebih tinggi dari yang seharusnya.
Dari dugaan penyimpangan tersebut, KPK menyatakan bahwa negara telah dirugikan sebesar Rp60,8 miliar dari total nilai kontrak proyek yang mencapai Rp159,3 miliar. Berdasarkan hasil penyidikan, para tersangka dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dengan langkah ini, KPK berharap dapat mempercepat proses penyidikan dan mengungkap lebih dalam mengenai praktik korupsi yang terjadi dalam proyek tersebut. KPK juga menegaskan komitmennya untuk terus memberantas tindak pidana korupsi, terutama yang melibatkan proyek-proyek besar yang menggunakan dana negara.