
Sumber: antaranews.com
Sekilas Jatim – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bali baru-baru ini mengumumkan penetapan AF, yang menjabat sebagai Direktur PT Parq Ubud Partners, sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana terkait alih fungsi lahan pertanian berkelanjutan dan sawah yang dilindungi di wilayah Ubud, Bali. Pengumuman ini disampaikan oleh Kepala Kepolisian Daerah Bali, Inspektur Jenderal Polisi Daniel Adityajaya, dalam sebuah konferensi pers yang digelar di Denpasar, Bali, pada hari Jumat.
AF, yang juga berstatus sebagai Direktur PT Tomorrow Land Development Bali serta PT Alfa Management Bali, diduga melanggar beberapa peraturan terkait perlindungan lahan pertanian dan pangan. Kapolda Bali menjelaskan bahwa AF terlibat dalam pembangunan fasilitas-fasilitas seperti vila, pusat spa, dan peternakan hewan di lahan yang sebenarnya seharusnya dilindungi. Lahan tersebut termasuk dalam kategori lahan pertanian berkelanjutan serta sawah yang dilindungi oleh undang-undang. Proyek pembangunan ini, yang dilakukan tanpa izin yang sesuai, diduga melanggar ketentuan yang berlaku.
Proyek tersebut berlokasi di kawasan yang dikenal dengan sebutan “Kampung Rusia”, yang terletak di Jalan Sriwedari, Tegallalang, Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali. Saat ini, lokasi tersebut telah ditutup sementara oleh pihak penyidik dan Pemerintah Kabupaten Gianyar, sebagai bagian dari proses penyelidikan lebih lanjut.
Kasus ini bermula dari laporan masyarakat yang mengindikasikan adanya dugaan pengalihan fungsi lahan pertanian. Setelah dilakukan penyelidikan, pihak Parq Ubud mengakui bahwa mereka memiliki 34 sertifikat hak milik (HM) untuk tiga jenis usaha yang beroperasi di kawasan tersebut. Namun, pengecekan silang dengan data dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Gianyar menunjukkan bahwa kawasan tersebut terbagi dalam tiga zona berbeda: zona P1 yang diperuntukkan bagi tanaman pangan, termasuk sawah yang dilindungi (LP2B), zona perkebunan (P3), dan zona pariwisata.
Dari hasil pengecekan lapangan, diketahui bahwa pembangunan vila, spa, dan peternakan yang dilakukan oleh PT Parq Ubud berada di zona P1 (LSD dan LP2B), yang merupakan kawasan yang seharusnya digunakan untuk pertanian berkelanjutan. Pembangunan yang sedang berlangsung di atas lahan yang dilindungi ini diduga merupakan bentuk pengalihan fungsi dari lahan pertanian dan sawah dilindungi menjadi kawasan komersial yang tidak sesuai.
Penyelidikan lebih lanjut mengarah pada temuan bahwa pembangunan tersebut melanggar beberapa peraturan yang berkaitan dengan perlindungan lahan pertanian. Kapolda Bali menegaskan bahwa tindakan tersebut berpotensi melanggar ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan, serta Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Akibat perbuatannya, AF dijerat dengan Pasal 109 juncto Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2019, yang telah diubah dengan UU No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang. AF juga dijerat dengan Pasal 72 juncto Pasal 44 ayat (1) UU No. 41 Tahun 2009 yang telah mengalami perubahan melalui UU No. 6 Tahun 2023.
Kasus ini menggambarkan pentingnya perlindungan terhadap lahan pertanian berkelanjutan dan sawah yang dilindungi, terutama di wilayah Bali yang memiliki potensi pertanian yang sangat besar. Penegakan hukum terhadap pelanggaran seperti ini menjadi langkah krusial dalam menjaga kelestarian alam dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada lahan pertanian yang menjadi sumber daya vital bagi masyarakat Bali. Di harapkan, penanganan kasus ini dapat menjadi pelajaran berharga dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan hidup.