Sekilas Jatim – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung memastikan bahwa pasangan remaja yang menjadi korban pemaksaan perkawinan anak di Lampung Timur tetap memiliki akses terhadap pendidikan. Keputusan ini diambil sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam melindungi hak-hak anak, terutama dalam memperoleh pendidikan yang layak meskipun telah mengalami pernikahan di usia yang belum matang.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Lampung, Fitrianita Damhuri, menyampaikan bahwa kasus perkawinan anak yang terjadi pada Februari lalu terus dipantau oleh pemerintah daerah. Upaya telah dilakukan agar kedua remaja tersebut tetap dapat memperoleh hak-haknya, termasuk pendidikan. Fitrianita menegaskan bahwa Pemprov Lampung berkomitmen menjamin masa depan mereka dengan memastikan akses ke sekolah tetap terbuka.
Selain itu, pemerintah daerah juga melakukan berbagai langkah agar hak pendidikan bagi kedua remaja ini tetap terpenuhi. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan melakukan mediasi dengan pihak sekolah, sehingga mereka dapat kembali melanjutkan pendidikan di tempat semula. Harapannya, lingkungan sekitar, termasuk keluarga dan masyarakat, dapat memberikan dukungan penuh agar mereka tetap bisa mendapatkan pendidikan yang layak dan melanjutkan hidup dengan baik.
Apabila opsi untuk kembali ke sekolah tidak memungkinkan, pemerintah telah menyiapkan solusi lain dengan memberikan akses kepada program pendidikan non-formal melalui kejar paket. Langkah ini dilakukan agar ijazah tetap bisa diperoleh, sehingga mereka tetap memiliki bekal pendidikan untuk masa depan. Kejar paket ini diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi kedua remaja tersebut untuk tetap memiliki peluang dalam dunia kerja serta mencapai cita-cita mereka.
Sebelumnya, kasus ini menjadi perhatian publik setelah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bekerja sama dengan Pemprov Lampung dalam menangani kasus penggerebekan remaja yang berujung pada perkawinan anak.
Peristiwa ini berawal saat seorang remaja laki-laki dan seorang remaja perempuan yang masih berstatus pelajar di Kabupaten Lampung Timur digerebek oleh warga pada Minggu (9/2). Saat kejadian, keduanya diketahui sedang berduaan di dalam rumah. Rekaman penggerebekan yang tersebar di media sosial akhirnya memicu keputusan dari pihak keluarga untuk menikahkan keduanya secara agama. Akibatnya, perkawinan anak di bawah umur pun terjadi.
Peristiwa ini menjadi perhatian serius pemerintah, mengingat perkawinan anak sering kali berdampak negatif terhadap perkembangan fisik, mental, serta masa depan remaja yang mengalaminya. Oleh karena itu, Pemprov Lampung terus berupaya memberikan pendampingan dan memastikan bahwa anak-anak yang terdampak tetap bisa mendapatkan hak-hak mereka, termasuk pendidikan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi.
Pemerintah juga berharap bahwa kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang. Oleh karena itu, edukasi mengenai bahaya perkawinan anak serta pentingnya pendidikan bagi remaja terus disosialisasikan kepada masyarakat. Dengan adanya kesadaran yang lebih luas, diharapkan anak-anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang mendukung perkembangan mereka secara optimal tanpa terhalang oleh praktik perkawinan usia dini.
