Sekilas Jatim – Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) baru-baru ini mengirimkan surat kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo terkait usulan penghapusan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Usulan tersebut diajukan karena SKCK dinilai berpotensi menghambat hak asasi warga negara, terutama bagi mantan narapidana yang ingin mendapatkan kesempatan kerja setelah bebas dari hukuman.
Surat tersebut dikirim langsung ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) pada hari Jumat. Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan HAM Kementerian HAM, Nicholay Aprilindo, menyampaikan bahwa surat itu telah ditandatangani oleh Menteri HAM, Natalius Pigai. Dalam pernyataannya di kantor Kementerian HAM, ia menjelaskan bahwa kajian akademis dan praktis telah dilakukan sebelum usulan ini diajukan.
Menurutnya, penghapusan SKCK menjadi penting karena ditemukan banyak mantan narapidana yang kembali melakukan tindakan kriminal setelah mengalami kesulitan mencari pekerjaan. Dari hasil pemantauan Kementerian HAM di berbagai lembaga pemasyarakatan (lapas), diketahui bahwa banyak residivis yang terpaksa melakukan tindakan melanggar hukum akibat ketidakmampuan mereka memperoleh pekerjaan secara legal.
Beban administratif dalam mendapatkan SKCK menjadi salah satu penyebab utama sulitnya mantan narapidana mendapatkan pekerjaan. Meskipun mereka mampu mengantongi SKCK, catatan mengenai riwayat pidana tetap dicantumkan, sehingga banyak perusahaan enggan menerima mereka sebagai pekerja.
Nicholay juga menambahkan bahwa beberapa mantan narapidana merasa seolah menjalani hukuman seumur hidup karena tidak dapat menjalani kehidupan secara normal. Stigma sebagai mantan pelaku tindak pidana membuat mereka kesulitan beradaptasi kembali di masyarakat. Dalam beberapa kasus, hal tersebut justru mendorong mereka untuk kembali melakukan pelanggaran hukum karena tidak memiliki pilihan lain untuk bertahan hidup.
Usulan penghapusan SKCK ini diajukan dengan dasar penegakan, pemenuhan, dan penguatan HAM. Kementerian HAM menegaskan bahwa setiap individu, termasuk mantan narapidana, tetap memiliki hak asasi yang melekat sejak lahir dan tidak dapat dicabut oleh siapa pun. Oleh karena itu, pembatasan terhadap mereka dalam memperoleh pekerjaan dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM.
Selain itu, upaya ini disebut sejalan dengan visi yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto dalam Astacita, khususnya pada poin pertama yang menekankan penguatan ideologi Pancasila, demokrasi, dan hak asasi manusia.
Nicholay berharap agar surat tersebut mendapatkan tanggapan positif dari Kapolri. Ia menegaskan bahwa inisiatif ini tidak memiliki kaitan dengan kepentingan politik, melainkan murni ditujukan demi kemanusiaan dan penegakan hak asasi manusia.
Jika surat usulan ini tidak mendapatkan respons dari Kepolisian, Kementerian HAM telah menyiapkan langkah selanjutnya. Salah satu opsi yang dipertimbangkan adalah melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta menyusun rancangan Peraturan Menteri (Permen) yang mengatur kebijakan terkait SKCK. Dengan demikian, penghapusan SKCK dapat dilakukan melalui regulasi baru yang memiliki dasar hukum yang lebih kuat.
Upaya ini diharapkan mampu membuka peluang lebih luas bagi mantan narapidana untuk berintegrasi kembali dalam masyarakat tanpa menghadapi hambatan administratif yang menghalangi hak mereka dalam memperoleh pekerjaan.
